Anak-anak bermain di obyek wisata Waterbyuur Sumber Ponjong di Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Berbeda dengan sebagian besar daerah di Gunung Kidul yang selalu mengalami kekeringan saat kemarau, air bersih di Ponjong senantiasa melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk membuat obyek wisata dan mengairi sawah sepanjang tahun. Warga Ponjong dapat menjaga serta mengelola mata air yang tersedia di desa itu.Photo: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Oleh Aloysius B Kurniawan
Kondisi geografis Ponjong sangat berbeda dengan daerah lain di Gunung Kidul. Memasuki kawasan ini akan terlihat hamparan sawah nan hijau di kanan dan kiri jalan. Pemandangan semacam ini tidak hanya terlihat di musim penghujan, tetapi juga pada musim kemarau.Berkah melimpah itu tak lepas dari keberadaan dua mata air utama, yaitu Dam Beton dan Sumber Ponjong. Ngatino (64), warga Dusun Simo, Desa Genjahan, Ponjong, mengutarakan, dalam setahun ia bisa panen tiga kali karena air dari Dam Beton selalu mengaliri sawahnya.”Saya bisa menyekolahkan anak-anak juga dari bertani. Kalau tak ada air mungkin kami tidak akan seperti ini,” tambah Tarunorejo (70), petani dari Dusun Susukan, Desa Genjahan, Ponjong. Kelimpahan air itu juga dirasakan warga Desa Ponjong. Di Desa Ponjong, sejak dahulu kala air dari Sumber Ponjong selalu mengalir dengan debit rata-rata 60 liter per detik.Setiap hari Sumber Ponjong mampu mengaliri 80 hektar sawah, 30 kolam milik warga, dan mencukupi kebutuhan untuk minum, mandi, dan mencuci bagi warga Ponjong.
Namun, meski dimanfaatkan terus-menerus oleh warga, sumber mata air itu tak pernah surut.Bangun WaterbyuurTahun 2009, Desa Ponjong mendapatkan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri perkotaan sebesar Rp 1 miliar. Berdasarkan serapan aspirasi masyarakat, sebanyak 11 dusun di Desa Ponjong sepakat memanfaatkan dana itu untuk pembangunan Sumber Ponjong.”Sebelum membangun kami lebih dahulu menyerap aspirasi masyarakat. Kepala dusun kami undang agar menyampaikan gagasan masing-masing.
Akhirnya kami sepakat membangun Sumber Ponjong,” kata Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Hanyukupi Anang Sutrisno di Ponjong, pekan lalu.Konsep pembangunan Sumber Ponjong sederhana, yaitu memanfaatkan potensi air yang melimpah agar lebih efektif dan efisien. Setelah melalui sejumlah pembahasan, warga sepakat membangun wahana wisata air atau waterboom berukuran kecil, bernama Waterbyuur.Dana Rp 1 miliar dari PNPM Mandiri perkotaan dibagi tiga pos, yaitu Rp 700 juta untuk pembangunan fisik, Rp 200 juta untuk perencanaan desain, dan Rp 100 juta untuk pemasaran.
Pembangunan proyek desa ini dimulai pada peralihan tahun 2011 ke 2012.Pembangunan Waterbyuur tetap melibatkan swadaya masyarakat. Sesuai kemampuan masing-masing, warga menyumbang berbagai material, seperti batu, pasir, atau semen.Enam bulan setelah dibangun, Waterbyuur Ponjong dibuka pada awal Juni 2012. Sumber mata air yang awalnya hanya berupa kolam alam untuk mandi dan mencuci disulap menjadi wahana wisata air di atas lahan tanah kas desa seluas tiga hektar.Bentuk fisik Waterbyuur memang tak semegah wahana wisata air modern ternama di Jakarta dan sekitarnya. Namun, bangunan baru itu kini lebih cantik dengan kolam renang besar dan arena bermain di bagian tengahnya.Dalam beberapa menit, tong air raksasa di atas kolam secara otomatis terisi air dan tumpah mengguyur pengunjung. Setelah terkena guyuran air, pengunjung bisa terjun ke kolam dengan papan luncur.
Pengisian tong air raksasa tak memakai pompa air listrik atau diesel, tetapi hidran otomatis dengan penggerak tekanan air yang tak membutuhkan listrik atau bahan bakar minyak. Pengoperasian wahana air itu menjadi lebih hemat.Kolam besar Sumber Ponjong dibagi dalam tiga bak. Bak pertama berada di mata air; bak kedua dipakai warga untuk mengambil air, mencuci, dan mandi; serta bak ketiga khusus diperuntukkan wahana permainan air. Agar hiburan lebih beragam, pengelola Waterbyuur menyediakan permainan air, seperti flying fox, taman, dan perahu berbentuk bebek. Tempat hiburan baru bagi warga Gunung Kidul ini tepat berlokasi di samping Balai Desa Ponjong.”Rencananya kami memperluas wahana ini menjadi 5-10 hektar.
Tahun depan di belakang balai desa akan dibentuk taman buah-buahan,” kata Anang. Agar debit air Sumber Ponjong tidak berkurang, pohon besar dibiarkan tumbuh. Sampai sejauh ini debit mata air tersebut tetap stabil.Pemasukan desaDi Waterbyuur Ponjong, hanya dengan membayar Rp 20.000 pengunjung bebas bermain sepuasnya. Mereka juga bisa menjajal flying fox dengan meluncur dari ketinggian 15 meter. Pengunjung juga masih disuguhi satu permainan lagi, yaitu berperahu mengelilingi kolam.Begitu dibuka, wahana air yang dikelola 10 orang ini langsung dibanjiri pengunjung. Dalam sebulan, tempat ini mampu mengumpulkan omzet Rp 12 juta.
Dari pemasukan ini, 60 persen dana dipakai untuk gaji pengelola dan 40 persen lainnya untuk pemasukan desa, BUMDes, Badan Keswadayaan Masyarakat, dan pemasukan tiap dusun.Jumlah pemasukan itu belum seberapa, tetapi BUMDes Hanyukupi telah membuat cetak biru pengembangan Sumber Ponjong yang diharapkan mampu menjadikan tempat ini sebagai daerah tujuan wisata andalan. Dari rancangan pengembangan mikro Desa Ponjong, tempat wisata air ini akan dilengkapi dengan tempat makan, dapur kuliner, saung, perpustakaan, taman bermain, tempat istirahat, kamar mandi, area pembibitan, hingga tempat sampah.
Semua proyek ini akan dikerjakan oleh warga Desa Ponjong dengan konsep pemberdayaan masyarakat.Melihat potensi Ponjong yang menjanjikan, beberapa saat lalu ada investor swasta yang berniat mengembangkan Waterbyuur. Namun, tawaran ini langsung ditolak warga setempat karena dengan pengelolaan bisnis murni dikhawatirkan warga tak lagi diberdayakan. Mereka tak mau mata air yang menjadi penghidupan selama puluhan tahun itu ”dikuasai” pemodal.Dengan pengelolaan yang serius, Sumber Ponjong yang awalnya hanya kolam kecil berubah menjadi tempat wisata….
Tulisan ini diambil dari harian kompas / Tanggal 9 november 2012 kolom nusantara .